Jumat, 29 Juni 2012

Jangan Sedih

05022012.2145

Jangan sedih jika kamu belum bisa mengunjungi tempat yang kamu impikan di seluruh dunia atau di Indonesia, karena bisa jadi karya mu bisa menembus dunia yang belum kamu singgahi.

Jangan sedih jika pakaianmu bukanlah model terbaru atau termahal, karena yang Allah lihat bukanlah model tapi bagaimana sempurnanya seorang hamba dalam menjaga auratnya dari orang-orang yang tak pantas menatapnya.

Jangan sedih ketika kamu belum bisa memakan makanan yang kata orang-orang enak dan mewah, bisa jadi makanan yang kamu nikmati saat ini lebih berkah dan bernilai. Serta bisa belajar bersyukur bahwa kamu masih bisa menemukan makanan hari ini di banding mereka-mereka yang kurang beruntung.

Jangan sedih jika barang-barang yang kamu miliki saat ini tidak ada merk, bisa jadi barang-barang yang kamu miliki jauh lebih bermanfaat dan di beli berdasarkan kebutuhan bukan keinginan semata.

Jangan sedih jika kamu sering menemui hal-hal buruk dalam hidupmu, jadikan saja itu semua sarana mendulang hikmah dan mendekatkan dirimu pada Sang Maha Pencipta serta sarana peningkatan derajat dirimu sebagai hamba.

Jangan sedih jika kini kamu tidak memiliki kawan-kawan yang banyak, karena kawan terbaik yang kamu bawa pada saat akhir nanti adalah amal terbaikmu. Dan dengan sedikitnya kawan yang kamu miliki bisa membuat kamu tidak bergantung kepada mereka tapi hanya kepada Allah.

Jangan sedih jika kamu merasa banyak sekali kekurangan yang kamu miliki, yakinlah dan coba korek perlahan potensi yang kamu miliki. Mulailah dengan meneliti apa kesukaanmu, bisa jadi hal tersebut adalah sesuatu yang tidak semua orang mampu lakukan dan tersenyumlah, karena kamu tahu apa kelebihanmu.

Jangan sedih jika kamu tidak bisa dengan mudah mendapatkan barang-barang yang kamu inginkan, itu berarti Allah telah memberikan rasa sayangnya kepadamu sehingga kamu akan lebih mensyukuri apa yang kamu dapatkan dengan susah payah. Dan kamu bukan merupakan hamba hawa nafsu.

Jangan sedih jika saat ini kamu masih sendiri belum menemukan jodohmu padahal kamu telah berusaha. Nikmati saja hobimu saat ini yang belum tentu bisa kamu nikmati ketika nanti menikah, nikmati saja untuk mendulang ilmu serta mendekatkan diri kepada Allah.

Jangan sedih jika kamu yang telah menikah belum juga dikaruniai momongan meskipun telah lama menikah. Bisa jadi Allah sedang memberikan ujian peningkatan iman lewat proses kesabaran dan pembelajaran. Bila nanti kamu telah di beri amanah oleh Allah, maka akan jauh lebih siap dan baik untuk mendidiknya.

Jangan sedih jika saat ini kamu merasa bukan siapa-siapa, tidak apa-apa. Jika yang kamu maksud adalah bukan siapa-siapa di dunia ini. Tapi jadilah siapa-siapa yang kelak makhluk langit akan membanggakanmu di akhirat kelak.

Jangan sedih jika kamu merasa di abaikan makhluk bumi dan merasa terasing.  Karena sebaik-baik pendengar adalah Allah. Dan akhirat hanya untuk orang yang asing. Asing dengan dunia. Karena dunia adalah persinggahan sementara sedang kampung keabadian adalah akhirat.

Jangan sedih, Jangan sedih, Jangan sedih… Karena Allah bersama kita… Karena kita adalah pemenang!!

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18096/jangan-sedih/#ixzz1lWDZfF4G

Selasa, 26 Juni 2012

Tak Ada Kedewaan yang Instan



Makanan dan minuman boleh instant. Tanpa bersusah meracik, setiap orang bisa membuat mie dengan rasa yang sama. Tak ada bedanya kopi bikinan anak kecil dengan hasil seduhan orang dewasa. Sebabnya, mereka sama-sama pakai kopi instant. Tanpa perlu memahami karakter kopi, setiap orang bisa menghidangkan kopi dengan rasa yang cukup enak di lidah karena bahannya instant. Tetapi, samakah kopi instant dengan kopi yang diracik secara khusus oleh koki berpengalaman? Sangat berbeda. Sebagaimana berbeda sekali nilai dan harga sebuah jam tangan yang dibuat oleh tangan seorang ahli yang terampil dan berpengalaman dengan arloji pabrikan yang dalam waktu sehari bisa memproduksi ratusan dan bahkan ribuan keping.

Tak ada kecerdasan instant. Apalagi kedewasaan. Kita mungkin bisa menjadikan seorang anak tiba-tiba tampak hebat karena mampu menggambar, menulis atau membaca dengan mata tertutup. Tetapi sangat berbeda kemampuan menebak, menginderai dan mengenal dengan kemampuan mencerna, memahami, memikirkan dan mengembangkan sebuah konsep. Hari ini, banyak orangtua yang bersibuk-sibuk menjadikan anaknya tampak hebat, tetapi lupa membangun pilar kehebatan itu sendiri.
Sesungguhnya, taraf kemampuan kognitif anak bertingkat-tingkat secara hierarkis. Dan pendidikan berkewajiban mengantarkan setiap anak agar mampu mencapai taraf kognitif yang setinggi-tingginya. Taraf paling rendah adalah pengetahuan. Ini merupakan kemampaun untuk mengetahui, mengenal dan mengingat apa-apa yang sudah ia pelajari. Ia bisa mengulang kembali dan menyampaikan kepada orang lain. Di negeri ini, pelajaran di kelas dan ujian di sekolah kerapkali hanya menakar kemampuan kognitif terendah, yakni pengetahuan.

Berbagai teknik atau trik yang banyak diperkenalkan (lebih jelasnya: dijual) kepada masyarakat umumnya sebatas membantu anak mencapai kemampuan kognitif terendah. Bukan mengembangkan kemampuan berpikir. Lebih-lebih cara berpikir, umumnya hampir tak tersentuh. Tetapi inilah yang paling mudah kita lihat: atraksi kebolehan dan demonstrasi yang menunjukkan perubahan cepat luar biasa. Karena terpukau, kita kemudian kehilangan daya berpikir kritis tatkala para trainer itu mengatakan bahwa trik-trik tersebut membangun karakter anak! Padahal yang dimaksud bukan karakter. Yang dimaksud hanyalah sebatas kemampuan kognitif. Paling jauh keterampilan sosial yang bernama sopan santun.

Sungguh, sopan santun sangat berbeda dengan karakter. Sebagai keterampilan, sopan santun merupakan bagian dari kecakapan sosial. Sementara karakter lebih banyak berkait dengan kualitas personal pada diri seseorang. Karakter bermula dari kesadaran terhadap nilai-nilai (bukan sekedar tahu atau bahkan paham), partisipasi atau kesediaan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai dan barulah kemudian sampai pada tingkat karakterisasi diri. Yang dimaksud dengan penghayatan nilai adalah kemampuan untuk menerima nilai dan terikat kepadanya. Sedangkan pengorganisasian nilai merupakan kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya. Sampai pada tingkat ini, karakter masih belum terbentuk. Karakterisasi baru terjadi apabila seseorang telah mampu memilih nilai sebagai gaya hidup(life style) dimana sistem nilai yang terbentuk mampu mengawasi tingkah lakunya.
Jadi, ada proses panjang sebelum terbentuk dalam diri seseorang. Ia bukan sekedar keterampilan. Ia merupakan perwujudan nilai-nilai yang mempengaruhi pikiran, cara pandang, penghayatan dan gaya hidup kita. Ia menjadi penakar dalam menentukan sebuah tindakan terkait dengan patut atau tidak, mulia atau hina. Ia berangkat dari kesadaran. Bukan pengetahuan. Kesadaran merupakan tingkat terendah dari kemampuan afektif. Sedangkan tingkat terendah kemampuan kognitif adalah pengetahuan (knowledge). Ini berarti, sekedar pintar tak berpengaruh pada karakter.

Setingkat di atas pengetahuan adalah pemahaman (understanding). Pada tingkat ini –tingkat terendah kedua dalam kemampuan kognitif—anak mengerti dengan baik apa yang dipelajari. Kemampuan ini bukan semata karena anak belajar, tetapi karena pendidik memang memahamkan. Bukan sekedar menyampaikan sejelas-jelasnya sehingga anak mengingat dengan baik dan mampu menyampaikan kembali secara gamblang. Pendidik perlu secara serius merangsang kemampuan berpikir anak sehingga mereka memahami dengan baik apa yang diterangkan.

Yang perlu kita catat, pemahaman tidak berpengaruh terhadap perilaku. Pemahaman baru akan bermanfaat menuntun dan mengarahkan perilaku anak-anak kita jika mereka telah menghayati nilai-nilai agama ini dengan baik. Sangat berbeda, menghayati dengan memahami.

Itu pula yang menerangkan mengapa anak yang telah memahami baik-buruknya sesuatu, tidak berubah perilakunya. Kecerdasan mempengaruhi kemampuan mengingat, mencerna dan memahami sesuatu. Sedangkan keyakinan mendorong orang untuk menggunakan seluruh kemampuannya agar bisa melakukan apa yang telah menjadi keyakinannya, meskipun bertentangan dengan pemahamannya.

Kembali pada jenjang-jenjang kemampuan kognitif. Setingkat di atas pemahaman adalah penerapan (aplikasi), yakni kemampuan menggunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk menghadapi situasi-situasi baru dan nyata. Ini bukan berurusan dengan keyakinan. Ini erat kaitannya dengan kecakapan untuk menerapkan apa yang telah ia ketahui. Shalat misalnya. Anak bisa melakukan shalat dengan sangat baik bukan karena yakin dan suka, tetapi karena ia memahami betul tata-cara shalat yang baik.

Jenjang kemampuan berikutnya adalah analisis. Berbekal pemahaman yang baik dan mendalam atas berbagai pengetahuan yang telah ia dapatkan sekaligus (pernah) ia praktikkan, seseorang bisa mencapai kemampuan analisis. Ia  mampu menjabarkan sesuatu menjadi bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Jika kemampuan ini berkembang lebih lanjut, ia akan sampai pada taraf kognitif yang lebih tinggi, yakni sintesis. Ini merupakan kemampuan memadukan bagian-bagian menjadi keseluruhan yang berarti. Ia mampu menemukan benang merah berbagai pengetahuan yang berserak menjadi satu kesatuan yang utuh dan bermakna.

Tingkat tertinggi kemampuan kognitif adalah penilaian. Bukan menilai orang dari apa yang tampak, melainkan kemampuan memberikan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan yang ditetapkan terlebih dahulu, baik bersifat internal maupun eksternal. Di tingkat inilah seseorang mencapai tingkat pemahaman yang mendalam. Kemampuan ini barangkali lebih dekat dengan makna faqih. Bukan sekedar faham. Dan amat sedikit orang yang mencapai kemampuan ini. Lebih-lebih sekolah –begitu pula orangtua—lebih banyak menyibukkan diri untuk memacu kemampuan kognitif terendah, yakni pengetahuan atau paling jauh pemahaman. Kita sudah cukup bangga jika anak mengingat dengan baik, mampu menirukan secara sempurna dan menerangkan secara gamblang pelajaran yang telah mereka terima. Kita telah menganggap jenius anak-anak yang hanya menggunakan kemampuan kognitif terendah.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber ilustrasi : http://matanews.com/2009/03/30/merangkak/

Jumat, 22 Juni 2012

:: Ayah, Terima kasih... ::

Tak ada kata yang pantas terucap untukmu ayah. Mungkin engkau bukan orang terdekat. Mungkin engkau juga bukan yang selalu berada disampingku, saat aku bahagia, kecewa bahkan saat aku bersedih hingga meneteskan air mata.
Saat anak-anak pergi sekolah dengan ayahnya yang juga pergi bekerja, kita tidak pernah melakukanya karena kau yang harus berangkat lebih dulu saat matahari belum menampakan cahayanya.

Saat anak-anak menunggu kepulangan ayahnya untuk bermain bersama, tidak dengan aku yang selalu terlelap saat menunggu kepulanganmu yang begitu larut. Andai dapat ku beli waktu kerjamu kala itu, aku rela membayarnya dengan uang jajanku untuk bisa bermain bersamamu.

Kita mungkin bukan pasangan yang baik. Kau sibuk dengan urusanmu, sedangkan aku bermain dengan semua khayalanku.

Saat aku mulai tumbuh besar, kita mulai punya waktu untuk bersama. Tapi bukan untuk bermain melainkan melakukan pekerjaan yang tidak aku inginkan. Seolah kau menindasku, aku jadi tidak suka denganmu. Aku membenci semua tentangmu. Kau marahi aku jika melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan maumu. Kau buat aku merasa lemah dengan ucapan-ucapan kasarmu. Ingin rasanya kau segera tiada dari duniaku, mengakhiri semua penderitaan dalam kehidupanku.

Pernah sekali aku menyalahkanmu atas apa yang terjadi dalam hidupku. Kusadari kau menangis saat ku terbangun sejenak dari tidur lelapku. Lama setelah itu, kupandangi wajahmu saat tertidur lelap, terbayang kerja keras yang kau lakukan untuk membesarkanku. Terbayang letih yang tersimpan dalam dirimu atas kerja keras yang kau lakukan untuk memenuhi kebutuhanku. Seakan tak tahu apa jadinya diri ini jika tanpa kehadiranmu. Tak ingin rasanya kehilanganmu dari sisiku.

Kini aku telah dewasa. Tumbuh menjadi seorang pemuda mandiri yang juga tidak dapat melupakan kasih sayang keluarganya. Kau ajarkan aku menjadi seorang yang siap menjalani kerasnya hidup tanpa melupakan kelembutan hati. Kau ajarkan padaku bagaimana menjadi pribadi yang kuat tanpa melupakan setiap orang punya kelemahan. Kau tanamkan padaku mencapai keberhasilan tanpa melupakan kalau setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan. Kau buat aku berdiri di jalan yang penuh dengan hambatan dan rintangan agarku dapat menaklukan kerasnya kehidupan. Kau jadikan aku sebagai seorang pemimpin yang sanggup memimpin dirinya sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain. Dan yang jauh lebih penting dari itu semua adalah kau membuat aku merasa bangga atas semua yang telah kau lakukan untukku.


Karena itulah, aku selalu berdoa ”semoga Tuhan selalu memberi yang terbaik untukmu”
Untuk setiap detak yang terjadi dalam nadi dan jantungku, hatiku berkata ”Terima Kasih Ayah”

:: No Title ::

My Diary
19 Agustus 2011 / 20 Ramadhan 1432 H
Pukul : 02:26:13 WIB

Sukses..
Sebuah kata yang sederhana, tetapi memliki makna yang berbeda jika ditanya kepada orang lain. Sukses menurutku jika kita mampu 'berdiri sendiri' tanpa bantuan orang lain.

Ibu...
aku ingin membalas segala yang telah engkau berikan padaku, tetapi aku tidak akan pernah  membalas semua jasamu. Aku sedih jika melihat engkau tidur Bu. Aku tidak bisa membayangkan seandainya ................................ Aku belum dapat membalas semua jasamu Bu.

Ibu...
Ampuni dosaku, selama ini anakmu sering membuatmu marah, kesel, dan jengkel. Aku tak sanggup menahan air mata ini.

Loph U Mom...

Ibu, sekarang aku mengerti apa itu cinta..

Ibu, bagaimana kamu menemukan kekuatan sekuat itu?
Untuk melakukan segala hal yang telah engkau lakukan.
Untuk menjadi seorang Guru, Perawat, bahkan seorang Pembantu.
Semua yang kamu lakukan untukku ketika aku masih kecil..

Ibu, bagaimana kamu melakukan semua itu?
Menjadi seorang Supir, Juru Masak, bahkan Tempat Penitipan Anak.
Ibu selalu menemukan waktu untuk menjadi teman bermainku,
Sesuatu yang sulit bagiku untuk mengerti..

Tapi, kini aku mengerti bahwa itu adalah CINTA.
Cinta yang mampu membuatmu selalu ada ketika aku membutuhkanmu.
Cinta yang tak memiliki syarat apapun, kecuali aku adalah anakmu tercinta.
Cinta yang tak ada habisnya.



Ibu, maafkan aku jika selama ini aku tak punya waktu mengucapkan terima kasih padamu, karena aku yang masih terlalu muda hingga terlalu sibuk dengan masa remajaku, atau aku hanya temukan kata yang tepat untuk itu.

Dan untuk semua itu, aku berterima kasih padamu, Ibu..

Sekali lagi, terima kasih, Bu.. Atas segalanya, segala sesuatu yang telah Ibu lakukan, berikan, dan perjuangkan untukku.

Ibu, aku mencintaimu dan berterima kasih padamu aas segalanya, segala sesuatu yang telah Ibu lakukan, berikan, dan perjuangkan untukku.

Aku ucapkan ini dengan seluruh hatiku. Suatu saat, aku akan membuatmu bahagia…

http://www.facebook.com/notes/amir-al-jundi/ibu-sekarang-aku-mengerti-apa-itu-cinta/265678333470173