Minggu, 12 Juni 2016

M U N A J A T

Banda Aceh, 8 Ramadhan 1437 H / 13 Juni 2016 M. Pkl. 06.53

Duhai Penguasa Hari Kemudian, bilakah Engkau berkenan menutup lembaran kehidupan kami yang buruk? Bilakah Engkau berkenan menghapuskan catatan-catatan yang bisa memalukan kami kelak, pada hari yang kami tidak bisa kembali?

Ya Allah, demi mengingat hari demi hari yang kami jalani, seharusnya kami menangis. Tapi, kami tetap biasa saja, seolah  esok tak ada kematian dan dak ada hari kebangkitan.

Ya Allah, demi mengingat kelakuan kami, sepantasnya kami pesimistis dan khawatir bahwa tak ada tempat yang baik bagi kami walaupun setapak kaki sebab kami begitu buruk, sebab kami begitu bersalah. Tapi, demi melihat kebijaksanaan maaf dan ampunan-Mu yang tiada berbatas, bolehlah juga kami berharap bahwa Engkau tidak akan mempermalukan hamba-hamba-Mu ini.

Engkaulah Pemilik Hari Akhir, dengan segala keputusan baik dan buruk kejadian ada di tangan-Mu. Bukan manusia! Manusia miskin maaf, sempit memberi kesempatan. Tapi, Engkau? Maaf-Mu luas, begitu juga dengan kesempatan-Mu.


Salam, 



Amiruddin bin Ittom Simbolon

M U N A J A T

Banda Aceh, 8 Ramadhan 1437 H /  13 Juni 2016 Pkl. 06.40

Pantaslah bila hamba hidup dengan kehidupan yang penuh dengan keburukan, sebab hamba berjalan tanpa kebaikan atau sedikit kebaikan.

Hamba sebenarnya tahu bahwa orang-orang baik akan di anugerahi kehidupan yang baik, maka untuk hidup baik perlu langkah-langkah yang baik. Tapi pikiran pendek hamba berkata, untuk baik ada cara yang lebih cepat, yaitu berbuat zalim, menipu, dan berbohong. Duhai Yang Maha Melindungi, ternyata pegetahuan manusia itu terbatas. Apa yang hamba anggap baik, malah nerusak kehidupan hamba sendiri. Kini, hamba mau sadar sepenuh hati bahwa hamba harus berbuat baik. Tidak ada waktu untuk berbuat buruk. Sebab sampai kapan hamba bisa hidup enak, bila hidup selalu merugikan orang lain dan sedikit berbuat kebaikan.

Ya, Allah, tolonglah hamba dengan memberikan keridhaan dan kemudahan bagi hamba untuk berbuat baik. Sediakan ladang amal selalu untuk hamba agar hamba bisa berbuat baik dan buatlah hamba mampu berbuat baik manakala ladang amal sudah terhidang di depan mata. Aamiin.

Salam,

 

Amiruddin bin Ittom Simbolon

Belajar Dari Pohon Pisang

Sobat, seberapa sering sobat melihat pohon pisang ? Jarang, sering, atau malah punya kebun pohon pisang ? Atau malah sering banget makan goreng pisang ? Hehehe, kalo yang ini saya juga suka banget. Kalau ada diantara sobat yang pelihara pohon pisang, apakah sobat pernah mantengin pohon pisang dari atas sampai akar ? Hmmm, mungkin sobat akan bilang, "Ngapain juga mantengin pohon pisang, apa serunya sih ?"

Sobat dan kebanyakan kita akan menganggap phon pisang ini adalah pohon yang biasa-biasa saja. Kan cuma pohon pisang, yang enak cuma buahnya saja, ngapain juga liatin pohonnya. Tapi, kalu saja sobat mengamati dengan seksama pohon pisang, bukan hanya indera penglihatan, namum juga dengan mata hati, maka sobat akan melihat ada filosofi yang mempunyai makna yang sangat mendalam, dan ingin menyampaikan pesan yang luar biasa kepada sobat. Apa pesannya??

Seperti yang selama ini sobat ketahui, pohon pisang hanya berbuah sekali sepanjang hidupnya. Kalau belum berbuah, mau dipotong berapa kalipun, itu pohon pisang bakal terus-menerus tumbuh sampai dia berbuah. Nah, itulah spesialnya pohon pisang. Nggak percaya Sob ? Coba saja tebas pohon pisang Sob (pohon pisang sendiri ya Sob, jangan punya tetangga bisa panjang urusannya nanti, hehe). Nah, terus pesannya apa ?

Pohon Pisang

Pohon Pisang
Sesuai dengan filosofi pohon pisang tadi, kita dapat menangkap pesan kehidupan. Pesan sederhana, tapi mulia sekali. Pesannya, hidup adalah tumbuh dan berbuah. Dua kata yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Karena manusia tidak hanya tumbuh dalam hidupnya, tapi dia juga harus berbuah. Karena manusia yang tumbuh, namun tidak pernah berbuah hanya akan menjadi beban buat orang-orang dan lingkungan di sekitarnya. Lho kok bisa jadi beban berat sih ? ya coba bayangkan Sob, untuk tumbuh kita pasti perlu memerlukan banyak sumber daya.

Tumbuh dan berbuahlah, meski mungkin sekali saja dalam hidup lalu mati.

Banda Aceh, 7 Ramadhan 1437 H / 12 Juni 2016


Amiruddin bin Ittom Simbolon

Sabtu, 04 Juni 2016

Ramadhan Di Negeri Orang (Kembali)

Judul di atas terasa menyesakkan bagiku. Ya, sangat menyesakkan. Kembali, bertemu Ramadhan jauh dari keluarga, dan orang-orang yang aku sayangi. Ini adalah Ramadhan ke-III kalinya aku jalani di negeri rantau. 

Hari ini adalah tanggal 28 Sya'ban 1437 H, 2 hari lagi kita umat Muslim akan bertemu dengan tamu yang sangat Mulia, tamu yang ditunggu-tunggu kedatangannya, tamu yang agung yaitu bulan Ramadhan. Alhamdulillah :).

Jujur saat ini saya seeeeeeediiiiiiih banget, sedihnya mah karena Ramadhan ini kembali jauh dari orang-orang yang saya cintai, alias menyendiri kembali. Yap, bahasa kerennya menikmati momen Ramadhan bersama kawan-kawan di sini.

Di Kota ini (Banda Aceh), sangat jarang mendengar orang bangunkan kita sahur, Beda jauh kalo kita tinggal di kampung. Suara kentongan, sorakan anak-anak remaja bangunkan kita sahur. Aku rindu.

Sering kali aku merasa kesepian, bukan karena aku tinggal di pelosok, namun aku merasa banyak 'suara yang hilang' dalam hidupku.. Tapi, aku bersyukur di sini juga banyak teman-teman merasakan hal yang sama. Yah, 'nasib' anak perantau yang jauh dari keluarga.Satu rasa, satu 'nasib'. 

Merupakan suatu kegembiraan tersendiri saat bisa berbuka puasa bareng keluarga, saling berbagi kisah, saling tertawa, dan menikmati masakan terlezat sejagad buatan bunda tercinta. 

Seperti kata pepatah, akan selalu ada hikmah di balik peristiwa.  Semoga Ramadhan di tahun ini kita semua bisa 'diwusida' dengan predikat taqwa. Aamiin aamiin ya rabbal 'alamin.

Adik Fatimah, Bunda, Kakak Hayati dan Keponaan Salsabila

Me, Amiruddin bin Ittom Simbolon

Saya dan Ibunda Tercinta ( Idul Fitri 2 tahun lalu )


 Banda Aceh, 28 Sya'ban 1437 H / 4 Juni 2016.



Amiruddin bin Ittom Simbolon